KDRT makin marak di masyarakat, terutama KDRT yang terjadi pada istri. Salah
satu contoh kasus yang sempat marak dibicarakan adalah kasus KDRT yang dialami
oleh Lisa, seorang ibu rumah tangga yang wajahnya menjadi rusak akibat disiram
air keras oleh suamnya. Yang cukup mengundang pertanyaan disini adalah: "Apakah
memang KDRT hanya terjadi pada istri tidak bekerja / Ibu Rumah Tangga, ataukah
juga terjadi pada istri yang bekerja?" Untuk mengetahui jawabannya, simaklah
pembahasan berikut.
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan oleh
suami pada istrinya, sebenarnya tidak hanya terjadi pada istri yang tidak
bekerja tetapi juga pada istri yang bekerja. Menurut Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan, sekitar 24 juta perempuan di Indonesia mengalami
kekerasan dalam rumah tangga, tetapi jumlah yang pasti belum diperoleh. Di
Indonesia, pada tahun 1998 jumlah kekerasan yang terjadi pada istri yang tidak
bekerja adalah 39,7 % dan 35,7 % pada istri yang bekerja. Salah satu penelitian
yang dilakukan oleh Amalia dkk. pada tahun 2000 ditemukan bahwa kekerasan yang
dilakukan oleh suami pada istri dikarenakan adanya stereotype bahwa laki-laki itu maskulin dan perempuan feminim,
selain itu, suami juga merasa frustrasi dengan penghasilan istri yang lebih
tinggi. Di Indonesia sendiri, kasus kekerasan terhadap istri lebih banyak yang
tidak terungkap karena adanya anggapan bahwa hal tersebut adalah masalah
keluarga dan tabu apabila terungkap. Sehingga hal ini secara tidak disadari turut
melanggengkan budaya kekerasan terhadap perempuan. Sungguh sangat mengenaskan
bukan.
Padahal Julius Nyaree pernah mengatakan:
"Kalau
seorang perempuan itu berdaya, maka ia akan berdaya, dan kalau perempuan itu
berdaya maka ia akan menyejahterakan keluarga dan masyarakatnya"
Oleh karena itu, kasus kekerasan terhadap istri merupakan suatu
kasus tersendiri yang patut menjadi perhatian masyarakat karena mengakibatkan
dampak yang merugikan bagi keluarga, termasuk anak-anak.
Definisi
Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Istri
Apakah yang sebenarnya dimaksud dengan KDRT terhadap istri?
KDRT terhadap istri adalah segala bentuk tindak kekerasan yang dilakukan oleh
suami terhadap istri yang berakibat menyakiti secara fisik, psikis, seksual dan
ekonomi, termasuk ancaman, perampasan kebebasan yang terjadi dalam rumah tangga
atau keluarga. Selain itu, hubungan antara suami dan istri diwarnai dengan
penyiksaan secara verbal, tidak adanya kehangatan emosional, ketidaksetiaan dan
menggunakan kekuasaan untuk mengendalikan istri. Setelah membaca definisi di atas, tentu pembaca sadar bahwa kekerasan pada istri
bukan hanya terwujud dalam penyiksaan fisik, namun juga penyiksaan verbal yang
sering dianggap remeh namun akan berakibat lebih fatal dimasa yang akan datang.
Gejala-gejala
Kekerasan Terhadap Istri
Mungkin yang akan mengundang pertanyaan adalah: "Bagaimana
gejala-gejala istri yang mengalami kekerasan?" Perlu diketahui bahwa
gejala-gejala istri yang mengalami kekerasan adalah merasa rendah diri, cemas,
penuh rasa takut, sedih, putus asa, terlihat lebih tua dari usianya, sering
merasa sakit kepala, mengalami kesulitan tidur, mengeluh nyeri yang tidak jelas
penyebabnya, kesemutan, nyeri perut, dan bersikap agresif tanpa penyebab yang
jelas. Jika anda membaca gejala-gejala di atas, tentu anda akan menyadari bahwa
akibat kekerasan yang paling fatal adalah merusak kondisi psikologis yang waktu
penyembuhannya tidak pernah dapat dipastikan.
Bentuk-bentuk
Kekerasan Terhadap Istri
Jika anda sudah mengetahui gejala-gejalanya, maka
selanjutnya yang harus anda ketahui adalah bentuk-bentuk kekerasan tersebut. Dengan
mengetahui bentuk-bentuk kekerasan yang terjadi, anda dapat menjadi lebih peka
dalam menghadapi kasus KDRT, dan anda dapat membantu orang lain (baik yang anda
kenal maupun tidak) yang mungkin mengalaminya.
Jangan sampai terjadi, anda hanya sebagai penonton yang tidak berempati
ketika mengetahui terjadinya KDRT di sekitar anda.
Bentuk-bentuk kekerasan terhadap istri tersebut, antara
lain:
1. Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik adalah suatu tindakan kekerasan (seperti:
memukul, menendang, dan lain-lain) yang mengakibatkan luka, rasa sakit, atau
cacat pada tubuh istri hingga menyebabkan kematian.
2. Kekerasan Psikis
Kekerasan psikis adalah suatu tindakan penyiksaan secara
verbal (seperti: menghina, berkata kasar dan kotor) yang mengakibatkan
menurunnya rasa percaya diri, meningkatkan rasa takut, hilangnya kemampuan
untuk bertindak dan tidak berdaya. Kekerasan psikis ini, apabila sering terjadi
maka dapat mengakibatkan istri semakin tergantung pada suami meskipun suaminya
telah membuatnya menderita. Di sisi lain, kekerasan psikis juga dapat memicu
dendam dihati istri.
3. Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual adalah suatu perbuatan yang berhubungan
dengan memaksa istri untuk melakukan hubungan seksual dengan cara-cara yang
tidak wajar atau bahkan tidak memenuhi kebutuhan seksual istri.
4. Kekerasan Ekonomi
Kekerasan ekonomi adalah suatu tindakan yang membatasi
istri untuk bekerja di dalam atau di luar rumah untuk menghasilkan uang dan
barang, termasuk membiarkan istri yang bekerja untuk di-eksploitasi, sementara
si suami tidak memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Sebagian suami juga tidak
memberikan gajinya pada istri karena istrinya berpenghasilan, suami
menyembunyikan gajinya,mengambil harta istri, tidak memberi uang belanja yang
mencukupi, atau tidak memberi uang belanja sama sekali, menuntut istri
memperoleh penghasilan lebih banyak, dan tidak mengijinkan istri untuk
meningkatkan karirnya.
Penyebab
Kekerasan Terhadap Istri
KDRT pada istri tidak akan terjadi jika tidak ada
penyebabnya. Di negara kita, Indonesia, kekerasan pada perempuan merupakan
salah satu budaya negatif yang tanpa
disadari sebenarnya telah diturunkan secara turun temurun. Apa saja penyebab
kekerasan pada istri? Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan
suami terhadap istri, antara lain:
1) Masyarakat membesarkan anak laki-laki dengan menumbuhkan
keyakinan bahwa anak laki-laki harus kuat, berani dan tidak toleran.
2) Laki-laki dan perempuan tidak diposisikan setara dalam
masyarakat.
3) Persepsi mengenai kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga
harus ditutup karena merupakan masalah keluarga dan bukan masalah sosial.
4) Pemahaman yang keliru terhadap ajaran agama mengenai aturan
mendidik istri, kepatuhan istri pada suami, penghormatan posisi suami sehingga
terjadi persepsi bahwa laki-laki boleh menguasai perempuan.
5) Budaya bahwa istri bergantung pada suami, khususnya ekonomi.
6) Kepribadian dan kondisi psikologis suami yang tidak stabil.
7) Pernah mengalami kekerasan pada masa kanak-kanak.
8) Budaya bahwa laki-laki dianggap superior dan perempuan
inferior.
9) Melakukan imitasi, terutama anak laki-laki yang hidup
dengan orang tua yang sering melakukan kekerasan pada ibunya atau dirinya.
Selain itu, faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap
istri berhubungan dengan kekuasaan suami/istri dan diskriminasi gender di
masyarakat. Dalam masyarakat, suami memiliki otoritas, memiliki pengaruh
terhadap istri dan anggota keluarga yang lain, suami juga berperan sebagai pembuat
keputusan. Pembedaan peran dan posisi antara suami dan istri dalam masyarakat
diturunkan secara kultural pada setiap generasi, bahkan diyakini sebagai
ketentuan agama. Hal ini mengakibatkan suami ditempatkan sebagai orang yang
memiliki kekuasaan yang lebih tinggi daripada istri. Kekuasaan suami terhadap
istri juga dipengaruhi oleh penguasaan suami dalam sistem ekonomi, hal ini
mengakibatkan masyarakat memandang pekerjaan suami lebih bernilai. Kenyataan
juga menunjukkan bahwa kekerasan juga menimpa pada istri yang bekerja, karena
keterlibatan istri dalam ekonomi tidak didukung oleh perubahan sistem dan
kondisi sosial budaya, sehingga peran istri dalam kegiatan ekonomi masih
dianggap sebagai kegiatan sampingan.
Menanggapi hal ini, maka selanjutnya menjadi pertanyaan
penting untuk semua dari kita, sebagai warga Negara Indonesia adalah: "Apakah
kita berperan dalam budaya ini? Dan apakah kita akan terus membiarkan hal ini?"
Siklus
Kekerasan Terhadap Istri
Mungkin Anda sering melihat bahwa seorang istri yang telah
mengalami kekerasan dari suaminya, akhirnya akan kembali mengalami kekerasan.
Bagaimana siklus kekerasan terhadap istri? Siklus kekerasan terhadap istri
adalah suami melakukan kekerasan pada istri kemudian suami menyesali
perbuatannya dan meminta maaf pada istri, tahap selanjutnya suami bersikap
mesra pada istri, apabila terjadi konflik maka suami kembali melakukan
kekerasan pada istri.
Namun, Istri berusaha menganggap bahwa kekerasan timbul
karena kekhilafan sesaat dan berharap suaminya akan berubah menjadi baik
sehingga ketika suami meminta maaf dan bersikap mesra, maka harapan tersebut
terpenuhi untuk sementara. Biasanya kekerasan terjadi berulang-ulang sehingga
menimbulkan rasa tidak aman bagi istri dan adanya rasa takut ditinggalkan dan
sakit hati atas perilaku suami. Ternyata, siklus kekerasan pada istri tanpa
disadari menjadi seperti lingkaran setan.
Dampak
Kekerasan Terhadap Istri
Kekerasan terhadap istri menimbulkan berbagai dampak yang
merugikan. Apa saja dampak kekerasan terhadap istri?
Dampak kekerasan terhadap istri yang bersangkutan itu
sendiri adalah: mengalami sakit fisik, tekanan mental, menurunnya rasa percaya
diri dan harga diri, mengalami rasa tidak berdaya, mengalami ketergantungan
pada suami yang sudah menyiksa dirinya, mengalami stress pasca trauma,
mengalami depresi, dan keinginan untuk bunuh diri.
Dampak kekerasan terhadap pekerjaan si istri adalah kinerja
menjadi buruk, lebih banyak waktu dihabiskan untuk mencari bantuan pada
Psikolog ataupun Psikiater, dan merasa takut kehilangan pekerjaan.
Dampaknya bagi anak adalah: kemungkinan kehidupan anak akan
dibimbing dengan kekerasan, peluang terjadinya perilaku yang kejam pada
anak-anak akan lebih tinggi, anak dapat mengalami depresi, dan anak berpotensi
untuk melakukan kekerasan pada pasangannya apabila telah menikah karena anak
mengimitasi perilaku dan cara memperlakukan orang lain sebagaimana yang
dilakukan oleh orang tuanya.
Setelah Anda mengetahui dampak dari kekerasan pada istri
maka Anda tentu harus turut berempati dengan berupaya memberdayakan dan
menolong korban KDRT. Karena tanpa adanya perubahan pola pikir anda dalam
memandang kasus-kasus kekerasan seperti ini maka kekerasan pada perempuan masih
akan terus terjadi. Dan siapa pun dapat menjadi korban kekerasan termasuk Anda
dan keluarga Anda.
Solusi
Untuk Mengatasi Kekerasan Terhadap Istri
Untuk menurunkan kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga
maka masyarakat perlu digalakkan pendidikan mengenai HAM dan pemberdayaan
perempuan; menyebarkan informasi dan mempromosikan prinsip hidup sehat, anti
kekerasan terhadap perempuan dan anak serta menolak kekerasan sebagai cara
untuk memecahkan masalah; mengadakan penyuluhan untuk mencegah kekerasan; mempromosikan
kesetaraan jender; mempromosikan sikap tidak menyalahkan korban melalui media.
Sedangkan untuk pelaku dan korban kekerasan sendiri,
sebaiknya mencari bantuan pada Psikolog untuk memulihkan kondisi psikologisnya.
Bagi suami sebagai pelaku, bantuan oleh Psikolog diperlukan
agar akar permasalahan yang menyebabkannya melakukan kekerasan dapat terkuak
dan belajar untuk berempati dengan menjalani terapi kognitif. Karena tanpa
adanya perubahan dalam pola pikir suami dalam menerima dirinya sendiri dan
istrinya maka kekerasan akan kembali terjadi.
Sedangkan bagi istri yang mengalami kekerasan perlu
menjalani terapi kognitif dan belajar untuk berperilaku asertif. Selain itu, istri juga dapat meminta
bantuan pada LSM yang menangani kasus-kasus kekerasan pada perempuan agar
mendapat perlidungan.
Suami dan istri juga perlu untuk terlibat dalam terapi
kelompok dimana masing-masing dapat melakukan sharing sehingga menumbuhkan
keyakinan bahwa hubungan perkawinan yang sehat bukan dilandasi oleh kekerasan
namun dilandasi oleh rasa saling empati. Selain itu, suami dan istri perlu
belajar bagaimana bersikap asertif dan me-manage emosi sehingga jika ada
perbedaan pendapat tidak perlu menggunakan kekerasan karena berpotensi anak
akan mengimitasi perilaku kekerasan tersebut. Oleh karena itu, anak perlu
diajarkan bagaimana bersikap empati dan memanage emosi sedini mungkin namun
semua itu harus diawali dari orangtua.
Sebagai penutup dari artikel ini, saya berharap semoga
uraian di atas berguna bagi para pembaca sehingga pembaca turut berpartisipasi
untuk menghentikan budaya kekerasan yang terjadi masyarakat kita.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar