Aborsi (gugur kandungan) adalah berhentinya kehamilan sebelum usia
kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin (Wiki). Apabila
janin lahir selamat (hidup) sebelum 38 minggu namun setelah 20 minggu,
maka istilahnya adalah kelahiran prematur. Dalam ilmu kedokteran,
terdapat berbagai jenis aborsi: 1. Spontaneous Abortion: gugur kandungan
yang disebabkan oleh trauma kecelakaan atau sebab-sebab alami. 2.
Induced Abortion atau Procured Abortion: pengguguran kandungan yang
disengaja. Termasuk di dalamnya adalah: * Therapeutic Abortion:
pengguguran yang dilakukan karena kehamilan tersebut mengancam kesehatan
jasmani atau rohani sang ibu, terkadang dilakukan sesudah pemerkosaan. *
Eugenic Abortion: pengguguran yang dilakukan terhadap janin yang cacat.
* Elective Abortion: pengguguran yang dilakukan untuk alasan-alasan
lain. Dalam bahasa sehari-hari, istilah “keguguran” biasanya digunakan
untuk spontaneous abortion, sementara aborsi digunakan untuk induced
abortion. Resiko Aborsi Aborsi memiliki resiko yang tinggi terhadap
kesehatan maupun keselamatan seorang wanita. Tidak benar jika dikatakan
bahwa jika seseorang melakukan aborsi ia “tidak merasakan apa-apa”. Ini
adalah informasi yang sangat menyesatkan bagi setiap wanita, terutama
mereka yang sedang kebingungan karena tidak menginginkan kehamilan yang
sudah terjadi. Ada 2 macam resiko kesehatan terhadap wanita yang
melakukan aborsi: 1. Resiko kesehatan dan keselamatan secara fisik 2.
Resiko gangguan psikologis Resiko Kesehatan Dan Keselamatan Fisik Pada
saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi ada beberapa resiko
yang akan dihadapi seorang wanita, seperti yang dijelaskan dalam buku
“Facts of Life” yang ditulis oleh Brian Clowes, Phd yaitu: 1. Kematian
mendadak karena pendarahan hebat 2. Kematian mendadak karena pembiusan
yang gagal 3. Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar
kandungan 4. Rahim yang sobek (Uterine Perforation) 5. Kerusakan leher
rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak
berikutnya 6. Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen
pada wanita) 7. Kanker indung telur (Ovarian Cancer) 8. Kanker leher
rahim (Cervical Cancer) 9. Kanker hati (Liver Cancer) 10. Kelainan pada
placenta/ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat pada anak
berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya 11.
Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi 12. Infeksi rongga
panggul 13. Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis) Angka kematian
akibat aborsi mencapai sekitar 13% dari angka kematian ibu hamil dan
melahirkan di Indonesia mencapai 390 per 100.000 kelahiran hidup, sebuah
angka yang cukup tinggi bahkan untuk ukuran kawasan Asia maupun dunia
global. Resiko Kesehatan Mental Proses aborsi bukan saja suatu proses
yang memiliki resiko tinggi dari segi kesehatan dan keselamatan seorang
wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak yang sangat hebat
terhadap keadaan mental seorang wanita. Gejala ini dikenal dalam dunia
psikologi sebagai “Post-Abortion Syndrome” (Sindrom Pasca Aborsi) atau
PAS. Sindrom Pasca Aborsi termasuk dalam kategori kelainan paska-trauma
berat (Post Traumatic Stress Disorder), entah itu yang akut (langsung
terjadi) atau baru timbul di kemudian hari. Dalam bentuk akut,
gejala-gejalanya timbul dalam 6 bulan setelah trauma berlangsung dan
biasanya sembuh dalam waktu 6 bulan kemudian. Jika PAS timbul di
kemudian hari, gejala-gejalanya menetap lebih lama dan PAS akan timbul
lama kemudian. PAS yang kebanyakan ditemui timbul dalam jangka waktu
yang lama setelah aborsi dilakukan, berbulan-bulan hingga beberapa tahun
kemudian. Gejala-gejala ini dicatat dalam “Psychological Reactions
Reported After Abortion” di dalam penerbitan The Post-Abortion Review
(1994). Pada dasarnya seorang wanita yang melakukan aborsi akan
mengalami hal-hal seperti berikut ini: 1. Kehilangan harga diri (82%) 2.
Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi (63%) 3. Tidak bisa menikmati
lagi hubungan seksual (59%) 4. Berteriak-teriak histeris (51%) 5. Mulai
mencoba menggunakan obat-obat terlarang (41%) 6. Ingin melakukan bunuh
diri (28%) Diluar hal-hal tersebut diatas para wanita yang melakukan
aborsi akan dipenuhi perasaan bersalah yang tidak hilang selama
bertahun-tahun dalam hidupnya. Solusi Untuk mencegah maraknya aborsi
yang dillakukan baik oleh dukun beranak maupun oleh dokter dan
spesialis, maka 6 butir solusi berikut dapat di pertimbangkan, yaitu: 1.
Pendidikan seks dan agama sejak dini diberikan agar kelak bisa memasuki
masa remaja atau dewasa muda memiliki pengetahuan bahwa prilaku seks
bebas dilarang oleh agama. 2. Bila terjadi juga “kecelakaan” (kehamilan
diluar nikah) sebaiknya remaja yang bersangkutan dinikahkan. Bila tidak
mungkin, kehamilan dapat diteruskan hingga melahirkan normal dan bayi
dapat dirawat sendiri atau pun dirawat orang lain. 3. Orang tua di rumah
(ayah dan ibu), orang tua di sekolah (bapak dan ibu guru) serta orang
tua di masyarakat (ulama, tokoh masyarakat, pejabat, aparat dan
pengusaha) hendaknya menciptakan tatanan kehidupan bermasyarakat yang
relijius, dan tidak memberikan peluang berupa sarana dan prasarana untuk
dapat menjurus ke bentuk pergaulan bebas. 4. Diperlukan penyuluhan
kepada masyarakat terutama kepada para remaja tentang dampak buruk
aborsi akibat pergaulan bebas dari sudut pandang biologis, psikologis,
sosial dan spiritual (agama). 5. Kepada mereka yang melakukan tindakan
pengguguran dikenakan sanksi hukum yang berat sesuai dengan hukum
perundang-undangan yang berlaku. 6. Organisasi profesi seperti IDI
(Ikatan Dokter Indonesia) dan POGI (perhimpunan Obstetri Ginekologi
Indonesia) hendaknya dapat menertibkan para anggotanya yang melakukan
tindakan pengguguran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar